Trending! Gaya Hidup ‘Slow Living’ Jadi Pilihan Anak Muda Kota, Ini Alasannya!

Trending! Gaya Hidup ‘Slow Living’ Jadi Pilihan Anak Muda Kota – Ini Alasannya

LAPAK VIRAL - Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota, deadline menumpuk, notifikasi tak henti-henti, dan tekanan sosial yang menggerus energi—muncul sebuah tren yang terasa seperti napas lega: slow living.

Gaya hidup yang dulunya dianggap ‘jadul’ atau ‘tidak produktif’, kini justru jadi pilihan anak muda urban yang lelah dengan budaya ngebut tanpa arah.

“Aku nggak pengen jadi sibuk terus, tapi nggak bahagia,” kata Intan (27), mantan karyawan startup yang kini memilih jadi freelancer sambil berkebun di rooftop apartemennya.


Apa Sih Slow Living Itu?

Slow living adalah gaya hidup yang berfokus pada kesadaran, kehadiran, dan makna. Artinya, kamu menjalani hari-hari dengan pelan, tapi penuh tujuan.

Gaya hidup ini mengajak kita untuk:

  • Tidak terburu-buru dalam segala hal

  • Menikmati momen kecil

  • Mengutamakan kesehatan mental dan koneksi dengan sekitar

Asal-usulnya banyak dikaitkan dengan budaya Skandinavia (lagom), Italia (dolce far niente), dan Jepang (ikigai)—semua memiliki filosofi untuk hidup lebih lambat dan lebih dalam.


Kenapa Anak Muda Kota Tertarik?

Banyak faktor yang mendorong pergeseran ini:

  1. Hustle Culture Melelahkan

    • 10 jam kerja, weekend tetap standby. Capek? Jelas.

  2. Pandemi Buka Mata Banyak Orang

    • Ternyata, hidup bisa tetap jalan meski lebih lambat. Banyak yang mulai introspeksi.

  3. Kesehatan Mental Jadi Prioritas Baru

    • Anak muda sekarang jauh lebih sadar pentingnya istirahat, jeda, dan waktu berkualitas.


Tanda-Tanda Kamu Sudah Mulai Slow Living (Tanpa Sadar)

  • Kamu mulai suka bangun pagi tanpa buru-buru.

  • Menikmati secangkir kopi sambil baca buku, bukan sambil buka email.

  • Jarang buka medsos saat makan.

  • Senang jalan kaki dan menikmati suasana, bukan cuma ngejar tujuan.


Kisah Nyata: “Dulu Takut Ketinggalan, Sekarang Aku Nikmati Hidup”

Faris (29), dulunya content creator dengan jadwal padat. Kini, ia hanya posting 3x seminggu dan lebih banyak menghabiskan waktu memasak, membaca, dan ngobrol dengan orang tua.

“Dulu tiap hari ngejar konten viral, sekarang aku lebih suka bikin konten yang bikin tenang. Engagement turun, tapi aku lebih bahagia.”


Haruskah Pindah ke Desa Buat Slow Living?

Jawabannya: tidak.

Slow living bukan soal tempat, tapi mindset. Bahkan di tengah kota Jakarta atau Surabaya, kamu bisa:

  • Memulai pagi tanpa buru-buru

  • Matikan notifikasi yang nggak penting

  • Menikmati waktu bersama keluarga atau teman tanpa distraksi gadget

  • Mengatur waktu kerja agar tidak mengorbankan waktu pribadi


Kesimpulan: Hidup Pelan, Tapi Bermakna

Slow living bukan gaya hidup malas. Ini adalah cara untuk melambat agar bisa hidup lebih sadar—lebih menikmati, lebih mencintai, lebih sehat.

Mungkin kamu nggak perlu langsung total berubah, tapi coba deh mulai dari hal kecil:

  • Matikan HP saat makan

  • Jalan kaki sore tanpa tujuan

  • Tarik napas, dan sadar: hidup bukan perlombaan

Karena kadang, yang kita butuhkan bukan lebih cepat… tapi lebih dalam.

Post a Comment

Previous Post Next Post